Kriteria Nilai Shielding Design Goal (P) untuk Penahan Radiasi Ruang Sinar-X
Regulasi
dalam penggunaan sumber radiasi pengion untuk medik, khususnya dalam penggunaan sinar-X untuk radiologi diagnostik dan intervensional, mengalami perubahan.
Jika
pada regulasi sebelumnya tidak ada persyaratan “dokumen rencana teknis
fasilitas bangunan penahan radiasi”, maka seiring dengan keluarnya Peraturan
BAPETEN No. 3 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Sektor Ketenaganukliran,
ketentuan tersebut muncul dan menjadi salah satu persyaratan dalam pengajuan
izin penggunaan sinar-X dalam radiologi diagnostik dan intervensional.
Tentu
saja dengan adanya regulasi baru dan persyaratan baru tersebut menjadikan para
pemegang izin dan tentunya para Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan fisikawan
medik menjadi harus membuat dokumen rencana teknis fasilitas bangunan penahan
radiasi.
Pada saat akan menentukan perhitungan desain ruang radiasi, tentu ada hal-hal yang perlu kita perhatikan, diantaranya:
- Kondisi tata letak dan luas ruang
- Bahan atau material bangunan yang akan dipakai
- Spesifikasi modalitas sinar-X yang akan digunakan
- Kondisi kegunaan ruangan sekitar ruang sinar-X
- Desain area kerja (daerah kerja: daerah pengendalian, daerah supervise, dan daerah publik)
Dari
beberapa hal yang harus diperhatikan di atas, tentu kita juga tidak lupa
memperhatikan dan menyesuaikan dengan ketentuan keselamatan radiasi, karena ini
dinding ruangan untuk sumber radiasi.
Salah
satu yang penting dan harus ditentukan dalam melakukan perhitungan ruang
radiasi adalah menetapkan shielding
design goal (P).
Shielding design goal (P) adalah
tujuan kita dalam mendesain ruangan radiasi yang dikuantifikasi dalam bentuk
suatu nilai yang praktis seperti nilai laju dosis atau nilai dosis per satuan
waktu.
Nilai
shielding design goal (P) itu
ditentukan berdasarkan deskripsi daerah kerja yang akan ditetapkan.
Secara
sederhana, yang dimaksud dengan shielding design goal (P) dapat dilihat pada Gambar 2.
Simbol
S, adalah sumber radiasi berjarak d (meter) dari titik tinjauan P. posisi P biasanya digunakan untuk
merepresentasikan posisi personel dalam bekerja atau berkedudukan. Perhitungan
desain ruangan dilakukan untuk menetapkan berapa ketebalan dinding B sehingga personel yang berada pada
posisi P itu terlindungi dari
radiasi.
Selanjutnya kita akan membahas mengenai besarnya nilai P.
Nilai
P ini dinyatakan dalam sebuah nilai dosis atau laju dosis radiasi, berarti
dikaitkan dengan limitasi dosis atau yang sering kita kenal dengan nilai batas
dosis (NBD).
Jika
dulu dalam peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011, diberikan panduan untuk
nilai P ini yaitu dengan menggunakan pembatas dosis yang nilaianya ½ NBD. Nilai
½ NBD ini berlaku untuk daerah pekerja radiasi dan daeraha nggota masyarakat.
Sekarang,
pada regulasi revisinya, yaitu Peraturan BAPETEN No. 4 Tahun 2020, tidak ada
panduan untuk nilai P.
Tabel 1. Nilai P dari regulasi yang berbeda
No. |
P |
Perka BAPETEN No. 8/2011 (sudah direvisi) |
PerBAPETEN No. 4 /2020 (revisi dari Perka BAPETEN No. 8/2011) |
1 |
Pekerja radiasi |
Pembatas dosis, ½ NBD = 10 mSv/tahun = 0,2 mSv/minggu |
Pembatas dosis |
2 |
Anggota masyarakat |
Pembatas dosis, ½ NBD = 0,5 mSv/tahun = 0,01 mSv/minggu |
Pembatas dosis |
Pada
tabel di atas dapat dilihat bahwa pada regulasi yang baru (Perbapeten No.
4/2020) tidak disediakan nilai dari P tetapi diberi petunjuk tetap menggunakan
nilai pembatas dosis.
Sebagaimana
diketahui dalam Perbapeten No. 4/2020, yang dimaksud pembatas dosis adalah
batas atas dosis pekerja radiasi dan anggota masyarakat yang tidak boleh
melampaui nilai batas dosis (NBD) yang digunakan pada optimisasi proteksi dan
keselamatan radiasi untuk setiap pemanfaatan tenaga nuklir.
Kita
dapat mencari nilai-nilai dosis yang ditetapkan di bawah NBD, salah satunya ada
di dalam Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 4 tahun 2013. Disana dapat
dilihat bahwa ada satu nilai yang merupakan batas dari daerah kerja.
Sebagaimana diketahui bahwa daerah kerja radiasi itu ada 2 (dua) yaitu daerah
pengendalian (controlled area) dan
daerah supervisi (supervised area).
Batas kedua daerah tersebut adalah 3/10 NBD pekerja radiasi.
Selain
itu juga di Perka BAPETEN No. 4/2013 itu ada nilai pembatas dosis untuk anggota
masyarakat sebesar 1/3 NBD masyarakat.
Dai uraian di atas, dapat kita sederhanakan bahwa nilai P untuk penahan radiasi dapat ditentukan berdasarkan 2 (dua) kriteria:
1. Tetap menggunakan nilai yang ada di Perka BAPETEN No. 8/2011 yang ½ NBD.
2. Menggunakan nilai 3/10 NBD pekerja radiasi, dan 1/3 NBD untuk anggota masyarakat.
Tabel 2. Kriteria Nilai P yang dapat digunakan
No. |
P |
Kriteria
1 |
Kriteria
2 |
1 |
Pekerja Radiasi |
½ NBD pekerja radiasi |
3/10 NBD pekerja radiasi |
2 |
Anggota masyarakat |
½ NBD masyarakat |
1/3 NBD masyarakat |
Ada pilihan terkait nilai NBD pekerja radiasi, dimana dalam peraturan yang berlaku bahwa NBD untuk pekerja radiasi per tahun ada 2 (dua) nilai, yaitu 20 mSv/tahun dan 50 mSv/tahun, sehingga kita dapat memasukkan 2 (dua) nilai tersebut ke dalam tabel di atas, menjadi:
A. Pakai NBD pekerja radiasi = 20 mSv/tahun
No. |
P |
Kriteria
1 |
Kriteria
2 |
1 |
Pekerja Radiasi |
10 mSv/tahun = 0,2 mSv/minggu |
6 mSv/tahun = 0,12 mSv/minggu |
2 |
Anggota masyarakat |
0,5 mSv/tahun = 0,01 mSv/minggu |
0,3 mSv/tahun = 6 mSv/minggu |
B. Pakai NBD pekerja radiasi = 50 mSv/tahun
No. |
P |
Kriteria
1 |
Kriteria
2 |
1 |
Pekerja Radiasi |
25 mSv/tahun = 0,5 mSv/minggu |
15 mSv/tahun = 0,3 mSv/minggu |
2 |
Anggota masyarakat |
0,5 mSv/tahun = 0,01 mSv/minggu |
0,3 mSv/tahun = 6 mSv/minggu |
Kriteria
pertama, meskipun di peraturan baru sudah tidak diatur lagi mengenai nilai
pembatas dosis untuk desain, namun dari ketentuan umum bahwa nilai pembatas
dosis untuk desain penahan radiasi harus ditetapkan oleh pemegang izin dan
berada di bawah nilai NBD. Jadi, meski nilai ½ NBD sudah tidak dipakai lagi
dalam Perbapeten No. 4/2020, tetapi masih dapat dipilih sebagai nilai P.
Kriteria
kedua, pemegang izin juga dapat memilih menggunakan kriteria ini untuk nilai P.
Ada
beberapa skenario dalam mendesain ruang penahan radiasi untuk modalitas sinar-X
radiologi, sebagaimana gambar berikut:
Jika
memilih skenario 1, ruangan didesain sebagai daerah supervisi, maka daerah
sekitar ruangan tersebut dapat didesain sebagai daerah publik. Nilai P yang
dapat dipakai adalah 0,01 mSv/minggu atau pun memilih nilai 6 mSv/minggu.
Jika
memilih skenario 2, ruangan didesain sebagai daerah pengendalian, maka daerah
sekitar ruangan tersebut dapat didesain sebagai daerah publik dan daerah
supervisi. Nilai P yang dapat dipakai adalah 0,01 mSv/minggu atau pun memilih
nilai 6 mSv/minggu untuk daerah publik, dan nilai P untuk daerah
supervisi dapat memilih 0,2 mSv/minggu atau memilih 0,12 mSv/minggu jika pakai
NBD 20 mSv/tahun. Selain itu dapat menggunakan nilai P sebesar 0,5 mSv/minggu
atau pun 0,3 mSv/minggu jika pakai NBD 50 mSv/tahun.
Jika
memilih skenario 3, ruangan didesain sebagai daerah pengendalian, maka daerah
sekitar ruangan tersebut dapat didesain sebagai daerah supervisi. Nilai P yang
dapat dipakai adalah 0,2 mSv/minggu atau memilih 0,12 mSv/minggu jika pakai NBD
20 mSv/tahun. Selain itu dapat menggunakan nilai P sebesar 0,5 mSv/minggu atau
pun 0,3 mSv/minggu jika pakai NBD 50 mSv/tahun.
Nilai-nilai
P di atas dapat digunakan dengan menggunakan untuk mendesain ruang radiasi
sinar-X.
Pada
IAEA GSR Part 3, sebagai rujukan utama atau basic safety standard dalam
proteksi dan keselamatan radiasi tidak juga menyebutkan berapa nilai yang
membatasi daerah kerja radiasi. namun dalam catatan kaki pada dokumen tersebut,
pembagian daerah kerja dalam daerah pengendalian (controlled area) dan daerah supervisi
(supervised area) dapat merujuk pada pembagian kategori pekerja radiasi A dan B
yang digunakan pada legislasi Uni Eropa.
Pada
legislasi uni eropa, untuk keperluan pemantauan dan pengawasan, pekerja radiasi
dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu:
- Pekerja kategori A: pekerja yang menerima dosis efektif lebih besar dari 6 mSv per tahun atau dosis ekuivalen lebih besar dari 3/10 dosis batas untuk lensa mata, kulit dan ekstremitas;
- Pekerja kategori B : pekerja yang menerima radiasi yang tidak termasuk dalam kategori A.
Selain
itu, pada IAEA GSG 7, menyatakan bahwa suatu daerah kerja harus ditetapkan
sebagai daerah pengendalian (controlled area) jika pihak manajemen memutuskan bahwa
ada kebutuhan untuk menerapkan prosedur pengendalian dalam rangka memastikan
tingkat proteksi yang optimal dan memenuhi kepatuhan dengan nilai batas dosis
yang berlaku. Penetapan daerah kerja itu harus didasarkan pada pengalaman dan penilaian
dari operasional penggunaan sumber radiasi pengion.
Pada
daerah kerja yang tidak ada kontaminasi oleh zat radioaktif, biasanya perbatasan
daerah kerja ditetapkan berdasarkan nilai laju dosis. Nilai laju dosis yang
digunakan ini dipilih berdasarkan nilai fraksi tertentu dari nilai batas dosis
(NBD) dan telah digunakan sebelumnya sebagai pembatas daerah kerja. Pendekatan pemilihan
nilai laju dosis tersebut masih diperbolehkan, namun harus disertai dengan
evaluasi radiologik yang sesuai. Misalnya, hasil evaluasi radiologik perlu
penyesuaian nilai batas daerah kerja, apakah nilainya tetap, lebih rendah, atau
bahkan lebih tinggi dari yang ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut juga harus memperhatikan
besarnya risiko paparan potensial yang berhasil diidentifikasi.
Demikian,
semoga ulasan ini bermanfaat.
Jika
ada pertanyaan, masukan, usulan koreksi dapat disampaikan melalui kolom
komentar.
Pustaka
1. Peraturan BAPETEN No. 3 Tahun 2021
2. Peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun 2013
3. Peraturan BAPETEN No. 4 Tahun 2020
4. Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011
5. IAEA BSS, GSR Part 3, 2014
6. IAEA Specific Safety Guide, SSG-46, 2018
7. IAEA General Safety Guide, GSG 7, 2018
8. https://www.aapm.org/meetings/07ss/documents/revNCRP151AAPM.pdf